Hari Gini Pancasila ? Masih Jaman
Kok..
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan
dasar dari segala dasar hukum di Indonesia memang sudah sepatutnya kita junjung
tinggi. Pancasila yang pernah menjadi simbol keagungan bangsa ini dengan burung
Garuda yang terpampang nyata, mengawali kebangkitan bangsa dari keterpurukan
yang pernah dialami pada masa jajahan. Dan begitu banyak kehebatan lainnya yang
dimiliki pancasila, sehingga Indonesia tanpa Pancasila akan RUNTUH.
Sepertinya, apabila saya akan
membahas lebih jauh akan makna, fungsi, dan tujuan pancasila, maka para pembaca
akan jenuh dan berpikir. “apa ini kuliah umum tentang pancasila?”. Karena saya
rasa blogger lebih mengerti tentang apa itu Pancasila dan maknanya dibanding
saya. Oleh karena itu mari kita sedikit bahas tentang fenomena memudarnya pancasila
pada jaman ini. Hmmm, mungkin bukan memudar tetapi sedikit terpinggirkan.
Hari Gini Pancasila? Masih jaman
kok...
Well, inget gak sih blogger tentang
hari Pancasila, sumpah pemuda, kebangkitan nasional, dan peristiwa Bandung
Lautan Api yang didalamnya mengalir semangat pemuda bangsa Indonesia yang
berusaha bangkit dari keterpurukan, mencari cahaya kebebasan, dan pada akhirnya
semangat pemuda yang telah lahir sebelum kita lah, kini telah gugur menjadi seorang pahlawan yang
mengantarkan kita kedalam sebuah fenomena “freedom society” (masyarakat yang
bebas). Namun, apa balasan kita selama ini? Jangankan berperan melawan derasnya
arus globalisasi yang mengikis kebudayaan lokal dalam kancah internasional,
hapal dan mengerti akan makna pancasila pun mungkin tidak. Miris bukan? Sudah
pasti...
Kebebasan untuk mengakses segala
informasi dalam segala bidang terutama bidang budaya membuat pemuda Indonesia
cenderung melupakan kebudayaannya sendiri dan lebih menghargai dan memuja
kebudayaan asing, bahkan sudah menjadi lifestyle. Kebebasan yang dituntut dalam
era reformasi kini menjadi sebuah malapetaka karena bangsa ini belum siap
sepenuhnya dalam menghadapi arus dunia global yang semakin hari semakin
mengancam eksistensi budaya lokal dan rasa nasionalisme bangsa.
Saat era Orde Baru dulu, para pemuda
dengan gagahnya menggulingkan sistem demi tercapainya sebuah kebebasan
sesungguhnya dari Rezim Soeharto. Mereka berlomba-lomba memampangkan rasa
nasionalisnya dengan sebuah aksi yang didasari Pancasila. Pemuda terdahulu
dengan lantang dan bangga bahwa mereka adalah kumpulan pemuda Pancasila yang
siap menggulingkan sebuah orde demi terpenuhinya hak mereka untuk bebas dalam
artian positif.
Saya pernah membuat penelitian kecil
dengan sampel acak pada semester dua lalu tentang “seberapa besar nasionalisme
anda”. Dan yang mengejutkan, hanya 20% dari jumlah mahasiswa dikampus saya yang memiliki
jiwa nasionalis, dalam arti lebih mencintai kebudayaan bangsa, mampu memainkan
salah satu hasil budaya baik seni maupun hasil karya yang mencerminkan bangsa,
serta hapal, paham betul makna dan arti Pancasila untuk dirinya sendiri, serta
mampu mengaplikasikan nilai-nilai dari butir Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Walaupun rasa nasionalisme saya juga tidak sebesar para pahlawan,
namun didalam lubuk hati saya, Pancasila itu sesuatu banget.
Pancasila, Pancasila, dan
Pancasila??? Mengapa sekarang lenyap ditelan jaman? Atau justru kitalah yang
tanpa sadar mengikis Pancasila, bukan jaman(nya).
Betul sekali, sengaja maupun tidak
sengaja, sadar maupun tidak sadar, justru kitalah yang mengikis nilai dan norma
yang terkandung Pancasila. Coba kita bertanya kepada anak SD, “dek, hapal Pancasila
gak?” pasti dia langsung kabur sambil menyernyitkan dahi. Tapi coba kita tanya,
“dek, lagu Coboy Junior hapal gak?” pasti tanpa komado, dia langsung bernyanyi “hey
kamu hatiku dag dig dug saat aku melihat mu.......”. Hal ini sudah saya
praktikan kepada salah satu keponakan saya yang baru saja kelas 1 SD. Lucu kan?
Enggak! Miris.....
Lalu baru saja saat dalam perjalanan
dari kosan menuju salah satu cafe di Purwokerto, saya bertanya kepada teman
dekat saya yang sama-sama rantauan disini. “eh, menurut lu arti pancasila tuh
apa? Maknanya apa? Berpengaruh gak dalam hidup lu”. Sayangnya singkat kaya dia
berkata “hah? Apa ya... pokoknya pancasila itu penting banget dulu pas jaman
gue SD. Tapi sekarang gue udah lupa tuh. Secara pas SMA, sekolah gue gak pernah
upacara. Kaga ada ngaruhnyalah, biasa aja...”. saya hanya mampu berdecak tanpa
berkata apapun.
Mari kita perhatikan kalimat yang
baru saja teman saya ucapkan : pancasila
itu penting banget pas sd itu berarti saat SD ada pelajaran PPKN yang
menuntut kita untuk hapal dan mengerti segala hal yang berbau nasionalis. Apalagi
Pancasila ! pasti udah jadi makanan kita waktu kecil. Lalu dengan kalimat itu
dia juga menyiratkan bahwa, sekarang kan kuliah, udah gak ada lagi yang nyuruh
ngapalin Pancasila, UUD, dan Proklamasi, udah gak jaman, sehingga dia
menganggap bahwa tugasnya untuk berjiwa nasionalis sudah selesai saat SD. Apalagi
pas SMA, sekolah nya tidak pernah mengadakan upacara. Yaudahlah, udah susah, hopeless.
Coba deh kita mikir sejenak, apapun
yang kita lakuin di dunia ini, di bangsa ini, di daerah ini tidak akan pernah
lepas dari nilai yang terkandung dalam Pacasila. Mau contoh? Misalnya saat ini
saya berada dalam sebuah cafe. Disini terdapat banyak nilai Pancasila yang
seharusnya dibawa oleh setiap pengunjung dan pelayan disini. Pertama, nilai
dari sila 1 ; yang mau makan disini harus berdoa dulu sebagai rasa syukur atas
nikmat yang diberi. Kedua, nilai dari sila 2; seorang pelayan harus adil dan
bijaksana dalam memilih mana yang lebih dahulu untuk menjadi prioritas
pelayanannya. Dan lain-lain masih banyak lagi.
Simpel kan untuk memasukkan unsur
pancasila dalam era globalisasi ini. Namun sayangnya banyak diantara pemuda
bangsa ini memungkiri bahwa sesungguhnya tata cara bernegara ini didasari oleh
Pancasila. Kita tidak dapat menyalahkan salah satu pihak dalam negara ini yang
telah menyebabkan Pancasila pudar. Mengapa tidak bisa menyalahkan pemudanya
saja? Ya karena bagaimana rakyat mencintai Pancasila? Jika pemimpinnya saja
sudah mengkhianati Pancasila. Kerjasama Internasional, bantuan dari negara
asing, dan pertukaran kebudayaan yang ada ditambah besarnya pengaruh media
tidak dapat dipungkiiri akan menjadi bumerang bagi negara ini.
Ya begitulah adanya, Pancasila bukan
lagi menjadi kata sakti yang dapat membius para pemuda sekarang, yang secara
spontan dapat berpikir akan nilai yang terkandung dalam butir pancasila dan
lambang dari setiap pancasila. Jaman sudah berubah bung! Metode pembelajaran
sudah diubah, era sudah berubah. Kita tidak dapat mencekoki seluruh lapisan
bangsa untuk meghapal pancasila tanpa tahu maknanya. Kita tidak perlu menjabarkan
simbol dari setiap sila, yang harus kita tanamkan adalah pengetahuan akan
maknanya agar kita dapat membentengi diri dari arus ini.
Namun sayang sekali, hal semudah
itupun kadang kita lewati. Sudah tidak hapal, tidak tahu simbol, ditambah tidak
menyadari bahwa setiap nilai pacasila berada dalam kehidupan sehari – hari.
Sehingga ketika terjadi perukaran pelajar dan
orang asing bertanya makna akan pancasila dan mengapa itu penting untuk
bangsa ini, kita hanya mampu menggelangkan sambil tersenyum bisu, sungguh
ironi.
Tuntutan kepada kita agar menjadi
agent of change mungkin sudah diluar kendali dan bahkan sudah disalah artikan.
Begitu besarnya tekananan media membuat generasi muda ini menjadi lupa diri
bahwa sesungguhnya agent of change memiliki makna bahwa pemuda Indonesia
diwajibkan membawa perubahan yang berarti dalam segala sektor untuk mengikuti
era globalisasi, dan membawa Pancasila sebagai identitas bangsa dalam
perubahannya menuju yang lebih baik.
Namun pada nyatanya, terpampang nyata
bahwa “Nilai Ketuhanan” sudah tidak dianggap oleh sebagian besar bangsa ini.
Free sex, drugs, alcohol, dan lain – lain lah yang dianggap sebagai suatu
“agent of change” dengan kiblat western membalut
setiap perilaku pemuda di bangsa ini menjadi perilaku yang negatif dan tidak
ber-Tuhan.
Sebesar apapun kuota yang dibatasi
oleh pemerintah untuk mengurangi budaya dan barang yang diimpor oleh negara
lain, hanyalah sebuah teori. Karena pada kenyataannya negara berkembang ini telah
membuka kerjasama internasional dan komunikasi global yang mengharuskan kita
berkemcimpung dengan berbagai kebudayaan lain. Sudahlah, saya juga tidak ada
pengaruhnya untuk membatasi teman-teman mendapat budaya asing. Entah mulai dari
street dance, shuffle dance, gamnam
style, sampai harlem shake. Itu adalah
hak individu untuk menyukai semua kebudayaan dan tidak ada satupun yang dapat
memaksaka, kecuali tuntutan trend. Saya hanya mampu mengingatkan bahwa masih
ada lho sebuah dasar negara yang penuh makna di negara ini, masih ada lho
sebuah lambang burung garuda yang dengan gagahnya menjadi lambang negara ini,
dan ternyata kita ini orang Timur yang seharusnya
beradab karena memiliki nilai, norma dan adat istiadat yang berlaku dalam
kehidupan sosial dimanapun kita berada, sekalipun kita diujung dunia. Dan yang
paling penting..... hari gini pancasila? Masih jaman kok....
0 komentar:
Posting Komentar